TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah siswa SMA di Bandung mengatakan, uang kuliah ITB yang baru itu dinilai tak mahal. "Tanpa uang pangkal Rp 55 juta, jadinya enggak ada uang kaget di depan," kata Salma Humaira, siswi SMA Persatuan Guru Islam Indonesia (PGII) 1 Bandung, Sabtu, 2 Maret 2013.
Siswa lainnya, Gita Amalia dari SMA Taruna Bakti Bandung, juga menilai uang kuliah sebesar itu tak memberatkan. "Jadi seperti mengangsur, bahkan lebih murah kalau dibanding uang kuliah yang sekarang," kata Gita, yang ingin kuliah di jurusan teknik informatika ITB itu.
Institut Teknologi Bandung memberlakukan ketentuan baru tentang biaya kuliah mahasiswa baru tahun 2013. Rektor ITB Akhmaloka mengatakan, uang pangkal Rp 55 juta akan dihapus. Sedangkan biaya kuliah per semester yang tahun ini Rp 5 juta, ditetapkan Rp 0 hingga paling mahal Rp 10 juta atau Rp 20 juta per tahun.
Mahasiswa ITB jurusan teknik kelautan angkatan 2009, Annisa Handika, mengatakan, uang kuliah mahasiswa baru lebih murah dibanding angkatannya. "Saya enggak ngiri, malah bagus kalau begitu," ujarnya. Dulu ia harus membayar uang masuk Rp 55 juta ditambah kredit per semester yang berkisar Rp 4-5 juta.
Sekretaris Jenderal Ikatan Alumni ITB, Betty Alisjahbana, mengatakan, nilai uang kuliah baru itu dibandingkan unit cost per mahasiswa terhitung murah. Namun, soal kemampuan membayarnya, diakui berbeda-beda oleh berbagai kalangan masyarakat. "Prinsip kami, ITB terbuka bagi semua kalangan. Tidak boleh ada yang tidak bisa masuk ITB karena ekonomi keluarga," ujarnya.
Karena itu, ITB mengalokasikan 20 persen kursinya untuk mahasiswa tidak mampu yang ditopang oleh dana Bidik Misi. Selain gratis uang kuliah, ITB memberikan tambahan biaya hidup sebesar Rp 1 juta per bulan. Adapun Ikatan Alumni, kata Betty, fokus membantu kalangan mahasiswa menengah ke bawah dengan beasiswa. Bantuan itu berasal dari penjaringan dana ke perusahaan dan donatur pribadi. "Tahun 2012, jumlah beasiswanya Rp 3 miliar, sekarang kami targetkan naik jadi Rp 4 miliar," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana meningkatkan beasiswa Bidik Misi atau bantuan pendidikan ke perguruan tinggi untuk anak miskin tetapi cerdas. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menjelaskan, beasiswa ini diharapkan mampu memutuskan mata rantai kemiskinan. "Tahun ini ada 92 ribu, tahun depan menjadi 150 ribu beasiswa," kata Nuh ketika ditemui di kantornya, Jumat, 28 Desember 2012.
Nuh optimistis angka ini akan diserap, apalagi Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri 2013 tidak memungut biaya pendaftaran. Ia mengatakan, langkah ini untuk menghilangkan hambatan ketiadaan biaya pendaftaran. Anggaran beasiswa Bidik Misi pada tahun 2013, menurut Nuh, sebesar Rp 1,64 triliun. Sedangkan jumlah program beasiswa yang dikeluarkan senilai Rp 7,84 triliun atau 10,73 persen dari total anggaran Kementerian Pendidikan tahun depan senilai Rp 73,09 triliun.
Jumlah ini meningkat dari angka Rp 1,1 triliun untuk 92 ribu mahasiswa. Rencana pemerintah untuk memperbesar jumlah penerima menjadi 152 ribu mahasiswa membuat anggaran dinaikkan sebesar Rp 240 miliar untuk tambahan 40 ribu mahasiwa dan dana resettlement sebesar Rp 300 miliar untuk 20 ribu mahasiswa.
Mengenai indeks prestasi Bidik Misi, Nuh mengaku bangga dengan mereka. Para mahasiswa miskin tapi cerdas ini jarang mendapatkan nilai B atau di bawahnya, mereka sering mendapatkan A. "Hasil dari Bidik Misi ini membantah bahwa anak miskin tidak bisa berprestasi," ucap Nuh.
Sebagian besar peserta Bidik Misi mendapatkan IPK di atas 2,75. Kalau di bawah itu, Nuh bakal mempertimbangkan untuk tetap dilanjutkan atau tidak.